Belajar dari Pribadi Ibn Rusyd

BAGI orang yang pernah belajar Ilmu Fikih, khususnya Fikih Perbandingan Mazhab, maka pasti mengenal Ibnu Rusyd, yang bernama lengkap Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad Ibn Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ahmad ibnu Rusyd, yang di Eropa lebih dikenal dengan Averroes. Ia lahir di Cordova, Spanyol sekarang, pada 520H/1126M.

Buku fikihnya yang sangat terkenal ialah Bidayah al-Mujtahid (dua jilid), kitab yang amat komprehensif membandingkan berbagai pendapat para ulama fikih tentang berbagai masalah keagamaan. Ia sosok ilmuwan multidisiplin tetapi sangat tawadhu. Ia tidak ingin melihat umat berbeda pendapat karena persoalan non-dasar (fru'iyyah).
Ia juga tidak ingin menghakimi para ulama yang terlibat di dalam ketegangan perdebatan fiqhiyyah pada masanya. Ia menyadari bahwa ketegangan antargolongan pada masanya disebabkan karena sentiment mazhab dan aliran.
Ia menulis kitabnya Bidayah al-Mujtahid yang sesungguhnya bertujuan untuk melenturkan pandangan para ulama fikih pada masanya yang terkotak-kotak sebagai akibat fanatisme mazhab. Kalangan pengikut Imam Abu Hanifah mengunggulkan pendapat imamnya. Demikian pula para pendukung Imam Malik, Imam Syafi', dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Para murid atau pengikut salah satu imam tidak segan-segan menjelek-jelekkan pendapat dan pengikut mazhab lain.
Ibnu Rusyd berusaha meredakan ketegangan dengan menulis 'buku pintar' untuk mempertemukan berbagai pengikut mazhab. Kitab Bidayah al-Mujtahid bisa dikatakan semacam 'Fikih Kebhinnekaan' pada masanya.
Dalam suatu masalah (maudhu') ia menguraikan sebab musabbab yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat para ulama. Ia tidak tampil menghakimi para ulama yang berbeda pendapat tetapi mencoba untuk mempertemukan wawasan yang yang berbeda di antara mereka.
Ia sangat berhati-hati di dalam menilai pendapat Imam Abu Hanifah yang lebih moderat bahkan cenderung 'liberal', Imam Ahman ibn Hanbal yang lebih ketat, Imam Malik yang lebih tekstual, dan Imam Syafi'i yang konsisten dengan pendapatnya yang moderat.
Kehadiran kiat Bidayah al-Mujtahid ikut merekatkan solidaritas umat. Ia juga menjembatani antara kalangan konservatif yang sering diwakili Imam Al-Gazali dan golongan Mu'tazilah, meskipun juga ia pernah dituding memiliki pendapat yang rancu (Ingat wacana Tahafut al-Falasifah dan Tahaft al-Tahafut).
Dalam kondisi di mana masyarakat terjadi pembengkakan kualitas, pasti ketegangan dan dialog panas sering terjadi. Namun jika tidak segera didinginkan maka hal itu akan cenderung destruktif. Di silah Ibnu Rusyd berusaha menghimpun dan menyatukan umat dengan kemampuan kearifan yang dimilikinya.
Ibnu Rusyd sendiri pernah menjabat hakim di Sevilla dan Cordova pada masa Khalifah al-Manshur Ibnu Rusyd, walapun pada akhirnya ia dibenci oleh khalifah karena ketajaman penanya. Ia multitalenta. Terampil menjadi pejabat, cekatan di medan perang, dan mendalami banyak disiplin ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika-tasawuf, dan filsafat.
Ia memang seorang "kutu buku" sejak kecil dan lahir dari genetik cerdas baik dari pihak ayah maupun ibunya. Keturunannya juga banyak tercatat sebagai ilmuan tersohor.
Keunggulan Ibn Rusyd dalam bidang keilmuan dibuktikan dengan praktek keseharian Ibn Rusyd. Di pagi hari ia praktek sebagai dokter dan ilmuan kimia-biologi, di siang hari ia praktek sebagai ahli fikih dan memberi bantuan hukum kepada masyarakat. Di malam hari ia seorang ulama sufi.
Banyak karya Ibn Rusyd yang sangat menakjubkan. Jika kita membaca kitab Bidayah al-Mujtahid yang berisi fikih perbandingan mazhab, kita lupa kalau dia seorang dokter. Jika kita membaca Kulliyaat fi at-Tibb, yang berisi ensiklopedia kedokteran, sama sekali tidak disangka kalau dia seorang ulama fikih. Jika kita membaca kitabnya Fashl Al-Maqal fi Ma Bain al-Hikmah wa al-Syariah, yang memuat aspek sufisme dalam konsep Syari'ah Islam, jauh dari persangkaan kita kalau dia seorang dokter spesialis bedah.
sumber : inilah.com
Belajar dari Pribadi Ibn Rusyd Belajar dari Pribadi Ibn Rusyd Reviewed by henry on 17.33 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.