Pemimpin Idola, Pemimpin Saleh (2-Habis)

Oleh : Mabrurrosi, S.Pd.I., Mahasiswa Pascasarjana Prodi Pendidikan Bahasa Arab UIN Maulana Malik Ibarahim Malang.
Belajar pada Salat Berjamaah.
BERIKUTNYA setelah calon pemimpin saleh kita terpilih, berarti kita telah menggantungkan nasib padanya. Kita berniat menjadi makmum. Arah kebijakan ada di pundaknya. Pemimpin itu seperti imam dalam salat yang semua gerakaanya diikuti oleh rakyat sebagai makmum. Kata-katanya kita amini bersama. Seperti itulah pemimpin idola yang kita angkat ke permukaan. Namun, dalam beberapa hal terkadang yang memilih pemimpin masih memiliki keraguan dan bahkan merasa tidak puas dengan pilihannya tersebut karena di persimpangan jalan ada hal yang bertentengan dengan kehendak rakyat. Kenapa bisa demikian?


Mari kita belajar pada salat berjamaah. Mengangkat seorang pemimpin setidaknya kita bisa mengaitkan dengan mengangkat seorang imam dalam salat berjamaah. Sebelum kita mempersilahkan seseorang untuk maju mengimami kita, terlebih dahulu ada prasyarat yang harus dipenuhi. Seseorang berhak menjadi imam jika memiliki kelebihan daripada yang lain. Lebih baik agamanya, lebih fasih bacaannya, dan lebih tua. Jika ada orang yang memenuhi kriteria tersebut, baru kita persilahkan maju menjadi imam.

Dalam salat berjamaah agar memiliki konsekuensi hukum yang sah harus diberlakukan sistem ketertiban dan keikutsertaan oleh makmum kepada imam. Posisi imam tampak di depan makmum. Imam selalu bergerak lebih awal dari makmum. Begitu juga makmum harus senantiasa mengikuti gerakan imam. Ini seharusnya juga berlaku dalam kepemimpinan. Pemimpin saleh yang dipercaya jadi imam, kebijakannya kita harus ikuti juga. Jika imam tersebut amanah pasti akan bertanggung jawab atas visi-misi mulai yang ia emban. Dan hasilnya pun pasti benar.
Namun, hal tersebut kelihatannya kurang berlaku di negara demokratis. Negara demokratis yang memiliki kebijakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat terkadang bisa menjadi bumerang bagi pemimpin pilihannya. Mengapa tidak? Seharusnya ia diikuti, karena alasan tertentu, rakyat pun sebagai makmum harus memberontak. Tidak hanya itu, imam yang dalam salat diamini dan diikuti, ia pun harus mengikuti makmum yang merasa punya hak demokratis tersebut. Ketika pemahaman ini diberlakukan, maka habislah riwayat imam (pemimpin). Salat berjamaah pun tidak sah, batal dan harus diulang.
Orang yang benar-benar saleh diangkat jadi pemimpin tidak akan pernah mengecewakan siapapun dalam kepemimpinannya. Ia akan selalu mendahulukan hak-hak Allah dalam kebenaran. Kemudian ia akan memperjuangkan hak-hak yang dipimpinnya dengan penuh perhatian. Amanah sebagai misi mulia. Pemimpin saleh harapan kita semua.
Pamekasan, Jumat 10 Juli 2015 6:20 WIB 
sumber : inilah.com
Pemimpin Idola, Pemimpin Saleh (2-Habis) Pemimpin Idola, Pemimpin Saleh (2-Habis) Reviewed by henry on 17.39 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.